Sahabat terbaik

Sahabat Terbaik

Sinar matahari pagi menelusup celah tirai kamarku, hembusan angin yang sejuk menambah keenggananku untuk beranjak dari tempat tidur. Namun, aku teringat pada satu kewajibanku yaitu pergi ke sekolah karena libur semester satu telah usai. Yang artinya aku akan bertemu teman-teman, dengan segera aku merapikan tempat tidurku, dan pergi ke kamar mandi penuh semangat.
“Kalau mandi cepat ya nak, ayahmu berangkat lebih awal hari ini” kata ibu yang sedang sibuk dengan masakannya.
Aku menganggukkan kepala “Oke, mom”
Sekolah masih cukup sepi. Hanya ada beberapa siswa kelas lain, dan yang pasti tukang kebun sekolahku. Tidak ada seorang siswa pun yang tampak di kelas 7e. Artinya, aku adalah orang pertama yang datang. Hal ini membuatku terasa jenuh karena seorang diri di dalam kelas. Sambil menunggu teman-temanku datang, aku menyelesaikan membaca novel yang ayah beli kemarin. Ceritanya menarik dan alur maju yang digunakannya membuat pembaca tidak bingung.
Satu persatu siswa dan siswi mulai berdatangan. Suasana kelasku yang tadinya sepi berubah menjadi sangat ramai. Suara canda-tawa, sapa kangen begitu jelas. Mereka saling melepas rindu karena dua pekan tidak bertemu.
Seusai apel pagi siswa-siswi memasuki ruang kelas masing-masing untuk mendapat pelajaran awal semester dua. Karena guru pengajar belum masuk, teman-temanku kembali ramai dengan perbincangan yang begitu excited!!
“Anak-anak saya minta perhatiannya sebentar.” bu Aini tiba-tiba datang dengan anak perempuan bermata coklat bulat, rambutnya terurai lurus sebahu. Dan yang pasti aku belum pernah melihat dia di sekolah ini.
“Kalian kedatangan teman baru, dia pindahan dari SMP Surabaya. Silahkan perkenalkan namamu mbak!” perintah bu Aini.
“Iya bu, terimakasih. Perkenalkan nama saya Salsa Ayu Bbella. Atau Ella. Saya pindahan dari SMP Surabaya.” begitu Ella memperkenalkan dirinya dengan penuh semangat.
“Kamu duduk di sebelah Marina, nanti saya tambah satu bangku lagi.” kata bu Aini.berjalan mendekatiku.
“Hai…” sapaku ramah.
“Hai juga.” jawabnya begitu lembut.
Aku mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. “Namaku Marina.”
Ella membalas jabatan tanganku. “Aku Ella. Aku duduk disebelahmu boleh?”
“Silahkan!”
Awalnya kami begitu canggung. Namun, dengan obrolan yang begitu menyenangkan dan sifatnya yang ramah membuat kami lebih cepat akrab.
Kami memiliki hobby yang sama, yaitu gemar membaca dan mengoleksi novel. Genre novel yang sering kami bacapun sealiran.
Terpancar begitu jelas di mata Ella, dia begitu menginginkan sesuatu. “Berarti kita bisa saling tukar novel ya.”
“Tentu saja dong, La.” jawabku semangat.
Ella begitu antusias saat aku mengajaknya untuk melihat koleksi novel-novelku di rumah. Selama tiga minggu ini kami sering bertukar novel. Namun, dia sangat ingin melihat koleksi novel-novelku. Dady Ella yang akan mengantarkan kami nanti. Dia telah mendapat ijin dari mamanya. Rasa bahagia begitu jelas terpancar di mata Ella.
Bel sekolah telah berbunyi menandakan pelajaran telah usai. Semua murid berhamburan keluar kelas. Ella menarik lenganku dengan berlari-lari kecil tergopoh-gopoh. Rupanya dia benar-benar tidak sabar untuk melihat koleksi novel-novelku.
“Ayo Marina, cepat!”
Aku tak menjawab karena sangat panik. Kami menerobos ratusan murid-murid di sini.
Sesampainya di gerbang sekolah, Ella mulai mencari mobil yang menjemput kami. Dia menyipitkan mata, mencari sedan civicnya dari ujung ke ujung dan akhirnya…
“Nah… itu dia mobil dady.” seru Ella.
Aku duduk di sebelah Ella. Sepertinya dia sudah banyak cerita tentang aku ke orang tuanya. Hal ini terbukti ketika dady Ella menyapaku dengan begitu akrab, padahal kami belum pernah bertemu. Ia begitu ramah dan supel, membuat aku merasa nyaman untuk berbincang-bincang tanpa rasa canggung.
Ternyata ibu sudah menyambut kedatangan kami. Banyak makanan ringan di ruang tamu. Ibu mempersilahkan masuk, dan mengajak Ella untuk berbincang-bincang.
“La, ayo ke kamarku.”
Tanpa berkata apa-apa Ella bangkit dari sofa, dan berjalan mengikutiku. Dia kegirangan saat melihat beberapa koleksi novelku. Dengan cekatan dia memilih novel. Ella memilih novel bergenre romantic terbitan teenlit yang berjudul “Frans dan Sang Balerina”. Dia mulai membaca novel yang dipilhnya.
Tidak terasa 5 bulan kami selalu bersama. Banyak kejadian yang kami lalui. Suka maupun duka. Kami selalu menuangkan apa yang telah terjadi, dari masalah pelajaran, hobby baru, tentang indahnya jatuh cinta dan sakitnya dihianati walaupun hanya sekedar cinta monyet.
“La…” Panggilku lirih.Tapi Ella tidak menjawabnya
“La…” Panggilku sekali lagi dan dia masih tetap terdiam
Dengan setengah berteriak. “Ellaaaaa!”
Dia terkejut. “I…iya?”
“Akhir-akhir ini kamu terlihat murung dan sering melamun. Ada apa La?” Tanyaku dengan nada penuh kecurigaan.
“Siapa bilang? I’m okay!” Jawabnya enteng.
“Kamu yakin, La?”
Ella hanya menganggukkan kepala cuek. Akhir-akhir ini sifatnya berubah, dia terlihat selalu murung, cuek, cepat marah, dan sering melamun. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria, dan selalu terbuka. Mungkin ini hanya perasaanku saja.
Sudah tiga hari ini dia absen dari sekolah tanpa keterangan. Ella selalu mengirim surat keterangan jika dia tidak masuk. Dia juga selalu mengabariku tentang keadaannya. Namun, kali ini tidak ada kabar sedikitpun darinya. Aku mulai khawatir dengan keadaannya, aku memutuskan untuk pergi ke rumahnya sepulang sekolah.
Dering bel sekolah mulai terdengar dan semua murid bersorak gembira. Aku segera membereskan buku pelajaranku dan pergi meninggalkan sekolah. Orang yang menjemputku atau ojekku telah menunggu di depan gerbang sekolah. Aku meminta padanya untuk mengantarakanku ke rumah Ella. Dalam sepanjang perjalanan aku mencoba untuk menghubungi Ella. Namun tak ada jawaban.
“Ellaaaa…” panggilku setengah berteriak. Aku mencoba memanggilnya beberapa kali namun, masih sama seperti yang tadi tidak ada jawaban. Ketika aku mulai putus asa, tiba-tiba terdengar seseorang sedang membuka pintu rumah. Dan aku segera menoleh.
“Bi, Ellanya ada?” tanyaku sopan.
“Mbak Marina ya? Mbak Ellanya ada kok.” jawab pembantu Ella.
“Boleh saya bertemu dengannya?”
“Maaf, mbak Ellanya lagi sakit dan katanya gak mau di ganggu.”
“Sakit? Sakit apa Bi?” tanyaku khawatir.
“Bibi kurang tau, karena dua hari ini mbak Ella gak keluar dari kamarnya.”
“Maksudnya mengurung diri bi? Lalu bagaimana keadaannya sekarang bi?” tanyaku mulai panik.
“Terakhir bibi ngantar makanannya, mbak Ella keadaannya mulai membaik.”Setelah berbasa-basi aku segera meminta ijin untuk bertemu dengan Ella. Namun masih saja bibi tidak mengijinkanku. Aku mencoba untuk merayunya berkali-kali. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara gelas terjatuh, sumber suaranya berasal dari kamar Ella. Segera aku berlari ke kamar Ella tanpa memperdulikan larangan bibi.
Saat aku membuka pintu kamarnya. “Ellaaaaaaa…!!!”
Aku melihat dia akan memakan beberapa obat-obatan berdosis tinggi setelah gelas yang akan diraihnya terjatuh. “Apa yang sedang kamu lakukan?”
“Ada apa kamu kemari? Siapa yang menyuruhmu kemari? Aku tidak membutuhkanmu!” kata Ella dengan nada meninggi.
Ada apa aku kemari? Siapa yang menyuruku? Dia tidak membutuhkanku? Apa maksudnya? Aku ini sahabatnya. Orang kedua yang selalu berada disampingnya, saat suka maupun duka.
“Tidak ada yang menyuruhku kemari, aku kemari karena khawatir akan keadaanmu Ella!” seruku menahan isak tangis.
Benar dugaanku Ella sedang mempunyai masalah yang sangat besar hingga membuat dirinya seperti ini. Lihatlah, matanya amat sembab dan berkantung besar, rambutnya berantakan tidak terawat, wajahnya pucat seperti orang yang tidak mempunyai harapan hidup.
“Ada apa denganmu Ella? Apa yang sedang terjadi?” tanyaku lembut agar emosi kami tidak pecah.
“M… mom” dengan terpenggal Ella mencoba untuk mengatakan sesuatu.
“And dadyku akan bercerai!”
Aku tersentak dan sangat terkejut. Isak tangis yang kami tahan tak terbendungkan lagi. Aku memeluk erat Ella agar dia merasa tenang dan nyaman. Aku melepaskan pelukan untuk Ella setelah ku rasa Ella sudah mulai tenang. Dia duduk di atas tempat tidurnya lemas.
“Ella…” aku mencoba membuka pembicaraan dengan nada lembut agar tangisnya tidak terpecah lagi.
“Iya?” jawabnya lirih
“Aku ingin kamu jujur dan bercerita tentang semua ini apa yang sebenarnya terjadi?”
Ella tidak menjawab, dia mencoba mengingat semua apa yang sebenarnya telah terjadi. Beberapa detik kemudian. “Akhir-akhir ini orang tuaku sering bertengkar.”
“Memang dulu saat di Surabaya orang tuaku pernah bertengkar kecil namun tidak seperti malam minggu kemarin. Mungkin malam itu adalah puncak dari segalanya hingga berujung dengan kata perceraian” lanjut Ella yang hampir menitihkan air mata.
Aku segera menyeka air mataku yang mulai jatuh. “Lalu, orang tuamu sekarang dim ana La?”
“Mama lagi ke Surabaya ambil berkas-berkas untuk perceraian. Papa keluar kota selama seminggu katanya ada tugas kerja. Aku sudah lelah dengan semua ini. Aku harus selalu mendengar pertengkaran mereka. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku saja.”
“La, maaf aku tidak selalu berada disampingmu selama 24 jam. Mungkin aku adalah sahabat yang paling jahat di dunia ini sampai aku tidak tau dengan masalah yang kamu hadapi saat ini. Dan bukan dengan cara bunuh diri kamu menyelesaikan masalah itu. Malah kamu akan menambah masalah, La. Sekarang kamu berusaha agar orang tuamu rujuk kembali dan setelah kamu melakukan usaha itu segera serahkan masalah ini kepada Tuhan. Yakinlah Dia akan menunjukkan jalan keluar yang terbaik.” kataku mencoba menenangkannya.
“Bukan kamu yang salah, Mar. Ini salahku. Kamu sudah berusaha menjadi sahabat yang terbaik. Aku sadar apa yang tadi aku lakukan memang salah besar. Tuhan sangat membenci hal itu. Aku akan melakukan semua nasihat dan saran darimu Marina.” kata Ella dengan senyum yang mulai kembali mengembang.
Aku sangat senang mendapat kabar dari Ella, karena orang tuanya tidak jadi bercerai. Mereka kembali rukun. Dan malam ini Ella mengundangku untuk makan malam bersama di rumahnya.
Kami semua sangat menikmati candle light dinner ini. Tante Rheina, mama Ella yang memasak semuanya, masakannya sangat enak suasana ruang makan Ella di sulap menjadi lebih romantic dan harmonis. Mereka tampak bahagia dengan keadaannya sekarang.
“Marina, terimakasih kamu sudah menjadi sahabat terbaikku, tempat keluh kesahku, tempat aku berbagi rasa suka dan duka. Maaf aku banyak merepotkanmu. Dan aku akan selalu berusaha menjadi sahabat terbaikmu” kata Ella dengan senyum bahagia menghias wajahnya dan kami saling berpelukan.
Cerpen Karangan: Marina Tri Rahayu
Facebook: Marina Tri Rahayu
Cerpen Sahabat Terbaik merupakan cerita pendek karangan 
Sebenarnya aku ingin melihat keadaan Ella namun bibi selalu menghalanginya. “Lalu tante sama om ke mana bi? Kok gak kirim surat ke sekolah atau kasih kabar ke aku?”
“Mamanya mbak Ella sedang di Surabaya katanya ada urusan penting, seminggu ini papa mbak Ella ditugaskan sementara di luar kota.”
Aku memutuskan untuk pulang. Namun ada sesuatu yang masih mengganjal. Ada apa dengan dia sebenarnya? Apa dia sedang mendapat masalah besar? Mengapa dia tidak bercerita kepadaku, sahabat yang selalu dia percaya sebagai tempat curhat dan membagi rasa suka duka? Banyak pertanyaan yang menghantuiku.
Ini adalah hari keenam Ella tidak masuk tanpa keterangan. Kemarin lusa aku mendatangi rumah Ella namun rumah itu terlihat sepi. Sepertinya sedang tidak ada orang di rumah. Untuk kesekian kalinya, aku akan menemuinya esok.
Karena hari ini libur aku akan pergi ke rumah Ella di antar pak Mat tukang ojekku. Aku membawa sesuatu untuk Ella. Semoga dia senang dengan apa yang aku bawa.
Suasana rumah Ella sangat sepi. Mobil civicnya tidak terparkir di halaman rumahnya. Mungkin mama Ella sedang keluar rumah atau belum pulang dari Surabaya. Ketika akan memencet bel, pintu rumah Ella terbuka dan ternyata si bibi yang membukanya.

0 komentar: